PESISIR SELATAN_SUMBAR -- Jum'at 25/04/2025. Pukat harimau atau trawl, salah satu jenis alat tangkap yang sangat efektif untuk menangkap ikan. Di Indonesia, alat tangkap ini dahulunya banyak digunakan oleh pengusaha perikanan, termasuk nelayan tradisional. Namun, karena merusak terumbu karang dan sarang ikan, tahun 1980 penggunaannya dilarang oleh pemerintah.
Demikian diungkapkan oleh Yosmeri mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat kepada media ini, Jumat pagi, 25 April 2025 via percakapan WhattAps.
"Sejak tahun 1980, alat tangkap pukat harimau dilarang penggunaan di Indonesia dengan dasar hukum Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980," sebut Yosmeri.
Namun, lanjut Yosmeri, di beberapa daerah, alat tangkap ini masih tetap dipakai, seperti di Sibolga Sumatera Utara, dan Bengkulu, serta di beberapa propinsi lainnya. "Karena beropeasional secara ilegal, maka terus ditertibkan oleh aparat penegak hukum," ujarnya.
"Khusus di Sumatera Barat, adanya hanya di Pesisir Selatan tepatnya Air Haji," jelas Yosmeri. "Berbeda dengan Sibolga, yang di Air Haji memakai pukat harimau yang lebih kecil dan disebut pukat harimau mini atau mini trawl yang orang sana menyebut amparan dasar," tambahnya.
Dikatakan Yosmeri, pukat harimau ini sama dengan alat tangkap jaring ikan lainnya, tapi yang membedakannya adalah alat tangkap ini memiliki pemberat berupa rantai besi dan papan pembuka jaring, dan di ujung jaringnya ada kantong pengumpul ikan. "Rantai dan papannya itu yang merusak terumbu karang dan sarang ikan lainnya," tegasnya.
"Target utama pukat harimau ini adalah ikan ikan dasar laut seperti udang, ikan kerapu dan sejenisnya," jelas Yosmeri.
Sebagai mana diketahui, penggunaan lampara dasar kini dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dan peraturan terkait lainnya. Larangan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan lingkungan laut dari kerusakan yang diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak selektif dan merusak ekosistem dasar laut.. (TIM)