Jakarta – Dunia hukum Indonesia kembali tercoreng. AKBP Bintoro, mantan Kasatreskrim Polrestro Jakarta Selatan, diduga memeras keluarga pelaku kejahatan senilai Rp 20 miliar. Informasi ini diperoleh GMOCT (Gabungan Media Online dan Cetak Ternama) dari Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke. Kasus ini bukan hanya mencoreng institusi Polri, tetapi juga menghancurkan rasa keadilan masyarakat.
Wilson Lalengke, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas tindakan AKBP Bintoro. Ia menyoroti praktik yang diduga sudah membudaya di lingkungan kepolisian, yaitu "menabung" untuk naik pangkat.
"Jika benar peristiwa itu, saya hanya bisa mengelus dada, prihatin tingkat dewa atas kelakuan oknum polisi AKBP Bintoro tersebut. Mungkin dia sedang menabung untuk segera loncat dari AKBP langsung jadi jenderal yang harganya (pangkat jenderal bintang satu - red) memang puluhan miliar rupiah," sindir Wilson Lalengke, menyoroti kebiasaan jual-beli pangkat di lingkungan Polri.
AKBP Bintoro menjabat sebagai Kasatreskrim Polrestro Jakarta Selatan dari Agustus 2023 hingga Agustus 2024. Ia dijuluki "Perwira Selon" karena diduga gemar mempermainkan perkara hukum dengan praktik "86". Kasus puncaknya terungkap dari laporan polisi nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel (April 2024), terkait pembunuhan sadis terhadap dua remaja perempuan, N (16) dan X (17). Tersangka adalah Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, anak dari pemilik jaringan klinik kesehatan Prodia.
Bintoro diduga meminta Rp 20 miliar kepada pelaku dengan janji menghentikan penyidikan dan mengintimidasi keluarga korban untuk mencabut laporan. Namun, Arif dan Bayu melayangkan komplain pada 17 Mei 2024 karena kasus tetap berlanjut meskipun uang telah diserahkan. Mereka juga menuduh Bintoro menggelapkan aset-aset mewah mereka.
Pada 6 Januari 2025, Arif dan Bayu menggugat Bintoro secara perdata, menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar dan aset yang disita. Kasus ini menjadi tamparan bagi Polri dan menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen penegakan hukum.
Seorang aktivis perlindungan anak (yang meminta namanya dirahasiakan) menyatakan, "Ini bukan sekadar masalah pemerasan. Ini soal penghancuran kepercayaan publik terhadap Polri.”
Publik menanti langkah tegas Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi Polri dan menindak Bintoro. Warga menyerukan agar koalisi pelindung perempuan dan anak terus mengawal kasus ini.
#No Viral No Justice
Sumber: PPWI
TIM/Red
GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama