Warga Desa Kalimanggis Kulon Tolak Keras Pembangunan BTS, Menuntut Kajian Dampak Lingkungan -->

Iklan Semua Halaman

Warga Desa Kalimanggis Kulon Tolak Keras Pembangunan BTS, Menuntut Kajian Dampak Lingkungan

Kabar Investigasi
Rabu, 18 Desember 2024


Kuningan, Jawa Barat - Team pengurus GMOCT Gabungan Media Online dan Cetak Ternama menerima informasi dari Media SBI yang tergabung di GMOCT perihal ketegangan mewarnai rencana pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di Desa Kalimanggis Kulon, Kecamatan Kalimanggis, Kabupaten Kuningan. Warga setempat dengan tegas menolak pembangunan BTS, yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat sekitar.

 

Warga RT.26, 27, 28, dan 29 Desa Kalimanggis Kulon telah memasang banner pernyataan sikap penolakan terhadap pembangunan BTS. Mereka menilai pembangunan BTS di lingkungan mereka hanya akan membawa dampak negatif.

 

"Warga RT.26, 27, 28, dan 29 Desa Kalimanggis Kulon menolak pembangunan tower telekomunikasi (BTS) yang sudah dimulai pembuatan pondasinya. Penolakan warga sudah final dan tidak bisa diubah lagi, walaupun pihak perwakilan perusahaan sudah berusaha kembali menawarkan penambahan kompensasi kepada warga sekitar tower, kami warga tetap menolak pembangunan tower," ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya kepada SBI.

 

Menanggapi penolakan warga, Kabiro SBI Kabupaten Kuningan, Dadan Sudrajat, meminta pihak terkait di pemerintahan daerah untuk melakukan kajian mendalam terkait pembangunan BTS di Desa Kalimanggis Kulon.

 

"Meminta kepada pihak leading sektor di pemerintahan daerah Kabupaten Kuningan untuk dapat mengkaji dan menganalisa dengan benar pada forum kajian ruang daerah (FKRD) terkait pembangunan tower telekomunikasi (BTS) di Desa Kalimanggis Kulon," ujar Dadan.

 

Dadan menegaskan bahwa lokasi tower yang berdekatan dengan rumah warga harus dipertimbangkan dengan serius, mengingat potensi dampak negatif yang bisa ditimbulkan.

 

"Dalam hal tersebut pihaknya akan mengawal dan mengawasi semua hal legalitas dan perijinan pendirian bangunan towernya jika tetap memaksa akan melaksanakan pembangunan tower telekomunikasi (BTS) tanpa memperhatikan pernyataan penolakan dari pihak masyarakat, setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan," tegasnya.

 

Dadan juga mengingatkan bahwa pembangunan menara telekomunikasi harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.

 

"Sepengetahuannya bahwa menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dimaksud telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dalam halnya pengaturan penempatan lokasi BTS yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 dimana pengaturan penempatan lokasi BTS yang berhak menentukan adalah pemerintah daerah. Selain permasalahan sewa menyewa, pembangunan menara telekomunikasi wajib memiliki izin sebagaimana yang diatur dalam Undang Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup pada pasal 36. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan," jelasnya.

 

Ketegangan antara warga dan pihak perusahaan yang ingin membangun BTS di Desa Kalimanggis Kulon menjadi sorotan. Pemerintah Kabupaten Kuningan diharapkan dapat menengahi permasalahan ini dengan bijak, memastikan bahwa pembangunan BTS dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

 

Permasalahan ini juga menjadi pengingat pentingnya proses konsultasi dan partisipasi masyarakat dalam proyek pembangunan infrastruktur. Dengan melibatkan masyarakat sejak awal, diharapkan dapat tercipta solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.


Team/Red(SBI)

GMOCT