Yopi Zulkarnain Mengecam Tindakan Polres Pringsewu Terkait Surat Yang Dikirimkan Ke Bupati Cq Dinas P&K Yang Berisi Sekolah Tidak Boleh Bermitra Ke Wartawan Non-UKW, Karena Tidak Ada Satupun Aturan Media Harus Terferifikasi -->

Iklan Semua Halaman

Yopi Zulkarnain Mengecam Tindakan Polres Pringsewu Terkait Surat Yang Dikirimkan Ke Bupati Cq Dinas P&K Yang Berisi Sekolah Tidak Boleh Bermitra Ke Wartawan Non-UKW, Karena Tidak Ada Satupun Aturan Media Harus Terferifikasi

Kabar Investigasi
Kamis, 31 Oktober 2024


LAMPUNG -- Menanggapi terkait Surat Kapolres Pringsewu, AKBP M. Yunnus Saputra, Nomor B/675/X/HUM.5.172024 yang ditujukan kepada ke Bupati Pringsewu cq. Kepala Dinas Pendidikan Pringsewu, tentang hubungan kemitraan dengan media dan wartawan tertanggal 28 Oktober 2024 menuai polemik di di kalangan wartawan di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Pringsewu. Surat itu pada intinya berisi himbauan kepada lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) agar tidak menjalin kerja sama dengan wartawan yang tidak bersertifikat UKW dan/atau media yang tidak terverifikasi Dewan Pers.


Surat tersebut kemudian ditindak-lanjuti oleh Kadis Pendidikan Pringsewu dengan menyurati para Kepala Sekolah (PAUD, SD, SMP) di Kabupaten setempat agar komunikasi dan publikasi hanya dilakukan dengan media yang terverifikasi atau wartawan yang telah bersertifikasi UKW oleh Dewan Pers. Surat yang dikirimkan oleh Kadis Pendidikan, Titik Puji Lestari, ke sekolah-sekolah itu disertai lampiran surat dari Kapolres Pringsewu lengkap dengan daftar wartawan dan media yang diperkenankan untuk bermitra.


Maka, saya Yopi Zulkarnain selaku Pimpinan Media Kabarinvestigasi.id dan Portalinbestigasi.com serta Pimpinan Perusahaan Media Faktainveatigasi.id, Penainvestigasi.com, Targetinvestigasinews.com dan lain-lainnya mengecam tindakan kapolres Pringsewu yaitu AKBP M. Yunnus Saputra, SIK, M.Sc.IT, atas surat dengan inti pihak sekolah tidak boleh bermitra dengan wartawan yang belum UKW. 


Perlu diketahui tidak satupun aturan yang menjelaskan bahwa perusahaan media harus berada dan terverifikasi dan dibawah naungan dewan pers, Dan tidak ada satupun aturan yang mengatur bahwa media yang tidak terdata di Dewan Pers tidak boleh dilayani.


Sesuai UU no 40 tahun 99 tentang Pers, Dewan Pers bukan melakukan Ferifikasi, melainkan bertugas melakukan pendataan. Banyak faktor sehingga Dewan Pers belum dapat mendata seluruh perusahaan media, diantaranya keterbatasan sumber daya dan jumlah pengurus Dewan Pers serta pesatnya perkembangan media sehingga menyulitkan Dewan Pers melakukan pendataan. Selain itu sesuai amanah UU no. 40 tentang PERS menjelaskan bahwa “setiap wartawan berhak memilih /bernaung di organisasi Pers sesuai keinginannya”.


Jadi poin pentingnya bahwa Dewan Pers bukan penentu legal atau tidak legalnya sebuah media atau wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Ketentuan legalitas perusahaan media adalah ketika sudah memenuhi persyaratan dan sudah terdaftar di Negara melalui Kemenkumham dan dibuktikan dikeluarkannya surat legalitas bahwa perusahaan media tersebut memiliki AHU yang dikeluarkan dan disahkan Kemenkumham.


Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.


UKW hanya sebatas legalitas dan syarat administratif yang menyatakan wartawan tersebut profesional. Namun bukan berarti wartawan yang sudah bersertifikasi UKW lebih bagus dari wartawan yang belum mendapatkan sertifikasi UKW, tidak ada yang bisa menjamin itu, banyak kasus wartawan yang sudah lulus uji kompetensi Dewan Pers banyak juga yang terjerat kasus pelanggaran kode etik jurnalistik.


Dari satu sisi mereka sudah dianggap profesional oleh Dewan Pers karena sudah lulus uji kompetensi, tetapi disisi yang lain mereka masih mengabaikan etika jurnalistik, ini sangat-sangat tidak etis dilakukan oleh orang-orang yang sudah teruji kompetensinya.


Selama ini banyak pernyataan yang beredar yang menyudutkan teman-teman wartawan yang belum lulus uji kompetensi kewartawanan, yang mengatakan bahwa UKW adalah yang membedakan antara wartawan profesional dan abal-abal dan bodrex.


Itu sebuah pernyataan yang tidak jelas referensinya, karena kenyataaan dilapangan, ada wartawan yang sudah punya UKW kelakuannya jauh lebih parah dari pada wartawan yang belum punya UKW. Keprofesionalan seorang wartawan tidak terletak apakah dia sudah UKW atau belum, akan tetapi semua dikembalikan ke individunya masing-masing, 


UKW hanyalah sebuah bentuk pengakuan dalam organisasi profesi, bukan jaminan dimana seseorang akan dinilai profesional karena sudah bersertifikasi oleh lembaga profesi. Setiap wartawan ataupun pewarta yang belum memiliki sertifikasi bukan berarti tidak diperbolehkan melakukan liputan berita. Selama media tempat dia bernaung sudah ada legalitasnya tidak ada larangan bagi pewarta ataupun Wartawan untuk melakukan peliputan dan bermitra. 


Banyak contoh dari itu semua, salah satunya ada juga pewarta atau wartawan yang sudah mengikutinya UKW Tetapi melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan Dunia kejurnalisa, bahkan ada juga Pewarta atau Wartawan yang belum ikut UKW Bisa lebih Profesional dari yang sudah mengikuti UKW. Ada juga Pewarta atau Wartawan yang hanya tamatan Sekolah Dasar "SD" bisa Profesional karena memahami kode etik kejurnalisan dan 5W 1 H, ketimbang yang sudah mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas tempat mereka menuntut Ilmu. Jadi semua itu tidak bisa dijadikan Tolak ukur. 


Dan perlu Kapolres Pringsewu diketahui pahami dulu, apa kepanjangan kalimat UKW itu, Nah UKW itukan Uji Kompetensi Wartawan. Sebagai seorang Pewarta atau Wartawan, apakan dia pemula atau senior, tolong pahami jangan asal ngotot berdebat tidak jelas. 


Seorang jurnalis itu dituntut profesional, menghayati kode etik jurnalistik. Jadi seorang wartawan itu harus memperlihatkan etika dalam menanggapi suatu persoalan.  


Tujuan UKW oleh Dewan Pers Indonesia adalah agar seorang wartawan itu bisa mencapai profesional dalam profesi kinerjanya. Kalau dia wartawan dituntut berwawasan luas, memiliki skil atas profesinya dan memiliki etika lebih dalam. Intinya, semua wartawan itu sama, Baik itu Wartawan Media Online, Cetak, Elektronik, Lokal ataupun Nasional dan Internet, baik dia itu sudah memegang sertifikasi UKW atau belum, yang penting untuk menjadi wartawan profesional adalah mampu menjaga UU Pers dan mengedepankan etika dalam mencari pemberitaan atau menghadapi publik.


Terlebih lagi untuk Instansi-instansi juga harus mengetahui terkait masalah tersebut diatas, jadi jangan membedakan Pewarta atau Wartawan yang sudah mengikuti UKW ataupun yang belum. Karena Selama Media tempat dia bernaung sudah ada legalitasnya, maka tidak ada larangan bagi pewarta ataupun Wartawan untuk mencari informasi dalam melakukan peliputan atau bermitra. 


Hal tersebut di perkuat dengan pernyataannya Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu yang menyebut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers. “Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” ujar Ninik dalam keterangan resminya, Kamis (04/04/24)


Setiap perusahaan pers, lanjut dia, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers.


Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.


Di Lansir dari media online lainnya, Kamsul Hasan, Ahli Pers Dewan Pers menerangkan, Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia. UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok Pers. UKW adalah Peraturan Dewan Pers,"


Sekali lagi, UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia. Pertanyaannya, apakah para wartawan yang sudah lulus UKW menjadi jaminan bagi kualitas produk jurnalistik yang mereka hasilkan?


“Masih banyak wartawan yang sudah lulus UKW, tapi kualitas produk jurnalistik mereka, rendah. Sebaliknya, cukup banyak wartawan yang belum ikut UKW, tapi produk jurnalistik mereka benar-benar berkualitas,” ungkap Kamsul Hasan, Sarjana Ilmu Jurnalistik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Sarjana Hukum dan Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jakarta.


Kamsul Hasan menduga, kebijakan sejumlah lembaga pemerintah yang menolak bekerjasama dengan wartawan yang belum UKW, semata-mata hanya karena mereka ingin membatasi jumlah wartawan yang terlibat di kegiatan mereka.


“Dari pencermatan saya, para pimpinan lembaga pemerintah yang hendak memperpanjang periode jabatannya, umumnya tidak mempermasalahkan wartawan UKW atau non-UKW,” ujar Kamsul Hasan dengan senyum penuh makna.


Rep : Tim Investigasi.